Sabtu, 27 Juni 2009

Kisah Pertobatan Malik bin Dinar


Malik bin Dinar sedang duduk di dalam masjid sambil berlinang air mata. Dia sedang bercerita tentang dirinya di hadapan banyak orang. Berikut ini ceritanya.
Pada masa muda, aku adalah seorang petugas keamanan yang kejam. Tak seorang pun terhindar dari kekejaman dan kezhalimanku. Setiap kali aku mengingatnya, hatiku seperti tersayat-ya Allah ampunilah aku.
Pada suatu hari, ketika sedang berjalan di pasar, kudapati dua orang, penjual dan pembeli, sedang bertengkar. Kuhardik pembeli itu dan aku hamper menghajarnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya tampak bahwa laki-laki yang sudah beruban itu adalah orang baik. Oleh karena itu, aku diam dan mendengarkan alasannya mengapa sampai terjadi pertengkaran itu. Ia berkata, “Aku baru pulang dari sebuah perjalanan, dan aku punya beberapa anak perempuan. Aku ingin membelikan sesuatu untuk mereka, semata-mata untuk mebahagiakan mereka.” Aku menaruh iba setelah mendengar kata-katanya sehingga kubelikan apa yang ia inginkan. Sambil menyerahkan barang itu, aku berpesan kepadanya, “Jangan lupa, sampaikan kepada putri-putrimu agar mereka mendoakanku.”
Beberapa hari telah berlalu sejak peristiwa itu. Seperti biasa, aku pun bekerja di pasar. Tiba-tiba, aku melihat seorang budak perempuan cantik hendak dijual majikannya. Aku membelinya lalu menikahinya. Aku hidup bersamanya selama hari-hari yang penuh bahagia. Ia telah membuatku meninggalkan perilaku buruk dan memulai kehidupan sebagai orang baik. Tak lama kemudian, Allah menganugerahiku seorang anak perempuan yang sangat cantik. Aku sangat mencintai dan menyayanginya. Namun, beberapa hari setelah kelahiran putriku itu, istriku meninggal. Selama beberapa tahun aku menduda, dan perhatianku hanya dicurahkan kepada putriku.
Pada suatu hari, putriku sakit keras. Aku pun segera mencari obat. Akan tetapi, takdir Allah datang lebih cepat. Putriku meninggal dalam pelukanku. Lalu aku mendekapnya erat-erat dengan harapan kehidupan mau kembali lagi kepadanya. Namun akhirnya, aku pasrah kepada Allah. Aku kuburkan jenazah putri kesayanganku. Setelah itu, aku berusaha melupakan duka yang menimpaku degan meminum minuman keras sehingga tabiat burukku, seperti bertindak kejam dan zalim, muncul lagi.
Pada suatu malam, aku tidur pulas. Lalu aku bermimpi seakan-akan kiamat telah terjadi. Seluruh makhluk dikumpulkan di Mahsyar dan aku berada di antara mereka. Aku mendengar suara yang sangat menakutkan. Tiba-tiba muncul seekor ular besar berwarna hitam sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Ular itu hendak merenggutku. Oleh karena itu, aku berlari pontang-panting hingga bertemu dengan seorang kakek yang lemah. Aku berteriak kepadanya, “Tolonglah aku!” Akan tetapi, ia menangis dan mengatakan bahwa ia tidak sanggup menolongku karena lemah. Ia berkata, “Larilah lebih cepat lagi! Mudah-mudahan Allah menakdirkan sesuatu yang dapat menyelamatkanmu.”
Aku terus berlari sehingga melihat jurang neraka. Hampir saja aku terjatuh ke sana karena takut pada ular yang mengejarku. Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak, “Kembalilah! Kamu bukan penghuni neraka ini!” Karena takut, aku kembali kepada kakek tadi dan meminta pertolongannya. Akan tetapi, ia mengatakan bahwa ia tidak sanggup menolongku karena sangat lemah. Ia berkata, “Larilah ke atas gunung itu! Di sana terdapat simpanan milik kaum Muslim.”
Aku melihat ke arah sebuah gunung yang bercahaya pantulan dari perak dan tirai-tirai yang indah sehingga menyilaukan mata. Aku berlari ke sana, sementara ular terus mengejarku. Lalu, kulihat anak-anak kecil yang memancarkan cahaya seperti bulan purnama. Mereka berkata, “Temuilah ayahmu, hai Fathimah!” Mereka berkata kepada putriku. Secepat kilat, anak itu melompat dan menarik tanganku sambil menunjuk ke arah ular yang lari menjauh dariku. Aku mendekap putriku dan menciuminya. Sambil memainkan janggutku, ia berkata, “Ayah, apakah belum tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman menundukkan hati untuk mengingat Allah dan tunduk pada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? (QS Al Hadid [57]: 16).
Mendengar ucapan putriku, aku menangis tersedu-sedu seakan-akan baru pertama kali mendengar ayat itu. Lalu, aku bertanya, “Apakah kamu mengenal Al Quran?”
Ia menjawab, “Aku lebih mengenalnya daripada Ayah.” Aku berkata, “Kalau begitu, beri tahukan kepada Ayah tentang ular yang hendak merenggut Ayah tadi.”
Ia berkata, “Ular itu adalah jelmaan dari perbuatan buruk Ayah yang sangat banyak sehingga berbalik menyerang Ayah sendiri.”
Aku bertanya lagi, “Lalu siapakah kakek tua itu?”
Putriku menjawab, “Ia adalah jelmaan dari amal saleh Ayah yang sedikit sehingga tidak sanggup menyelamatkan Ayah.”
Aku bertanya lagi, “Putriku, apa yang kalian lakukan di gunung ini?” Ia menjawab, “Kami adalah anak-anak kaum Muslim yang tinggal di sini hingga hari kiamat tiba untuk memberikan syafaat kepada kalian.”
Aku sangat ketakutan sehingga terbangun dari tidurku. Tak henti-hentinya aku membaca astgahfirullah al’azhim wa atubu ilaih (aku memohon ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya) serta memohon rahmat dan ampunan-Nya
Demikianlah, tiba saatnya bagi Malik bin Dinar untuk bertobat kepada Allah lalu mempelajari ilmu dan kezuhudan dan mengajarkannya kepada orang lain. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya.

(Syaikh Al Sa’dani, Ahmad. 2005. Sajian Ruhani Penyejuk Iman 10 Resep Hidup Mulia Berdasarkan Al-Quran. Bandung: Al-Bayan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar